Seperti biasanya
El Clasico kembali menyuguhkan sebuah
pertandingan yang memikat. Hal ini tampaknya akan menjadi sesuatu yang
umum kedepannya, dimana para penggila bola akan terbiasa dengan
pertempuran taktis yang menarik dari
Real Madrid dan
Barcelona hingga mungkin akan menginginkan standar yang sama pada pertandingan-pertandingan lainnya.
Masih tetap bersama
Jose Mourinho dan
Pep Guardiola,
dua maestro sepak bola yang persaingannya semakin memuncak dari setiap
pertemuan. Pada pertandingan Kamis (19/01) dini hari tadi, kedua manajer
tersebut kembali ke formasi yang membuat mereka berdua begitu terkenal
yaitu 4-3-3. Sebetulnya formasi itu merupakan sisi klasik dari
Mourinho, yaitu dengan menumpuk tiga pemain bertipe bertahan untuk menjadi gelandang di lini tengah.
Madrid memulai pertandingan memakai skema 4-3-3 dengan tidak adanya
playmaker sejati di lini tengah.
Mourinho lebih memilih
Pepe dan
Diarra sebagai pemutus alur serangan Barcelona, serta menempatkan
Xabi Alonso sebagai
deep lying playmaker. Tidak ada nama-nama seperti
Ozil,
Di Maria ataupun
Kaka yang biasa memanjakan barisan depan dengan kreatifitas mereka.
Tidak seperti biasanya,
Benzema dan
Ronaldo ditugaskan bermain di sayap. namun
Ronaldo memainkan peran yang berbeda dari
Benzema.
Benzema bermain lebih ke belakang untuk membantu pertahanan dan juga
berperan sebagai pengatur serangan di sayap kanan, sedangkan Ronaldo
difokuskan untuk melakukan serangan balik dengan cepat di sisi kiri.
Untuk pemain bek sayap Mourinho memakai
Coentrao dan
Altintop
yang memiliki pergerakan yang sangat baik untuk membantu penyerangan,
mengambil keuntungan dari lemahnya Barcelona dalam bermain
melebar.Sedangkan
Ramos kembali ke posisi terbaiknya bersama
Carvalho di tengah.
Di barisan depan, Mourinho hanya menyisakan
Gonzalo Higuain untuk memainkan peran sebagai pemburu tunggal, seperti halnya
Milito saat Mourinho di
Inter Milan.
Bukan kebetulan jika Barcelona juga memulai pertandingan dengan formasi sama yaitu 4-3-3, formasi yang merupakan
trademark mereka selama ini. Sebagai pemain bek sayap,
Alves ditempatkan lebih jauh ke depan di sebelah kanan untuk membantu penyerangan, sementara
Abidal, Puyol dan
Pique akan bergeser menjadi tiga palang pintu Barca saat Alves tidak berada pada posnya. Sangat fleksibel.
Lini tengah Barca memainkan formasi terbaiknya seperti biasa, dengan
Fabregas dan
Iniesta yang sering berganti posisi di kiri dan kanan, sementara
Busquets dan
Xavi sebagai pengatur dan penyeimbang di tengah.
Messi ditarik sedikit mundur ke posisi gelandang menyerang, sementara
Alexis Sanchez bermain sebagai striker tunggal namun kadang juga bisa berpindah ke sayap saat menemui kebuntuan.
Babak PertamaSaat
peluit dibunyikan tanda permainan dimulai, sangat jelas terlihat Real
Madrid bermain menekan dengan selektif, berkonsentrasi pada lini tengah,
dan setiap pemain, kecuali Higuain lebih banyak bergerak mundur ke
dalam pertahanan dan sesekali maju ke depan jika mendapat kesempatan.
Selama
awal babak pertama, Madrid terlihat memiliki cukup banyak kesempatan
menguasai bola. Mereka mampu mendobrak dengan baik, memanfaatkan
lemahnya lini belakang Barcelona dalam menutup lebar lapangan sehingga
memberi keleluasaan bek sayap Madrid untuk maju ke depan. Hal ini
memberikan kontribusi cukup signifikan untuk membantu serangan Madrid.
Namun skema tersebut terhenti saat
Alexis Sanchez pindah ke sisi kanan sehingga bisa membuat Coentrao harus ekstra hati-hati.
Aspek
menarik lainnya dari permainan menyerang Madrid adalah fungsi Benzema
sebagai pengatur serangan di posisi sayap. Ini sangat efektif di awal
permainan, dengan berhasil memanfaatkan posisi Abidal yang bermain lebih
ke dalam untuk menutupi pos Alves yang sering maju ke depan.
Gol
pertama Madrid lahir dikarenakan karena hal tersebut. Saat Madrid
menguasai bola, Benzema berada bebas di posisi lini tengah dan dengan
mudah mengumpan bola ke Ronaldo yang berlari meninggalkan Alves yang
gagal menghadangnya. Ronaldo pun mencetak skor pertama untuk Madrid
setelah mengecoh Pique yang kebingungan menutup ruangnya, bola meluncur
ke gawang tanpa bisa dihalau Pinto.
Setelah gol Madrid tercipta,
Alves mulai diperintahkan untuk mengekang naluri menyerangnya, dan
Abidal diminta untuk menjaga Benzema lebih ketat. Hal ini membantu untuk
mengurangi ancaman serangan Madrid, yang sebenarnya tidak lagi sama
setelah gol tercipta. Dengan sedikit perubahan itu Barcelona kembali
bisa menggiring permainan menjadi lebih sempit dan lebih agresif.
Namun
sepanjang babak pertama, taktik Mourinho bisa dikatakan tidak
sepenuhnya berhasil, Barcelona masih mampu melakukan
pergerakan-pergerakan berbahaya lewat umpan-umpan satu dua yang taktis
walau penjagaan dari tiga gelandang Madrid sudah cukup ketat. Beruntung
Iker Casillas
sangat sigap dalam menghadang semua serangan Barcelona. Beberapa
peluang yang didapati Messi, Iniesta, Fabregas dan Sanchez belum mampu
bersarang ke gawang Casillas.
Babak KeduaTidak
ada perubahan berarti, formasi yang diturunkan tetap sama, yang artinya
pola permainan juga akan berlangsung seperti babak pertama. Namun
kejutan terjadi kala Puyol mampu mencetak gol penyama kedudukan.
Memanfaatkan
bola hasil tendangan penjuru yang dieksekusi Xavi, Puyol dengan leluasa
menyundul bola ke gawang memanfaatkan kelengahan Pepe dalam
mengawalnya.
Setelah skor berubah 1-1, Madrid tetap melakukan
pressing ketat sambil menunggu kesempatan untuk melancarkan serangan
balik cepat. Mourinho memasukkan Ozil dan Callejon untuk menyegarkan
serangan Madrid. Dan posisi Ozil dalam kasus ini menarik, karena pemain
Jerman itu terlihat lebih banyak bermain keluar ke posisi sayap daripada
di tengah seperti biasanya.
Sayang, perubahan yang dilakukan
Mourinho tidak berdampak apa-apa bagi Madrid. Barcelona lebih dominan
menguasai jalannya pertandingan. Bahkan Abidal, secara tidak terduga,
mencetak gol kedua setelah Lionel Messi dengan cerdik mengumpan bola ke
Abidal yang berdiri bebas tanpa pengawalan. Kelengahan barisan
pertahanan Madrid berakibat fatal.
KesimpulanSekali lagi, Mourinho memulai pertandingan dengan benar, tercermin dalam
scoreline
di awal, namun sekali lagi Guardiola berhasil mengadaptasi taktiknya,
menumpulkan serangan Madrid yang semestinya tajam bila berkaca pada
perolehan gol mereka musim ini. Pertanyaannya adalah kenapa Mourinho
bermain bertahan?
Mungkin jawabannya adalah Inter Milan. Ya,
taktik bernuansa sepakbola negatif ini pernah berhasil menghancurkan
Barcelona saat Mourinho menangani Nerazzurri. Waktu itu, pada babak
perempat final Liga Champions 2010 leg pertama di Giuseppe Meazza,
Mourinho berhasil menaklukkan Barcelona dengan strateginya, 3-1. Bermain
aman dengan menumpuk pemain bertahan di tengah, Inter Milan bisa
mencuri kemenangan lewat skema serangan balik yang efektif oleh
Sneijder, Maicon dan Milito. Sedangkan Barca hanya bisa menitip satu gol
oleh Pedro.
Menyadari kerugian 1 gol yang diciptakan Barca di
kandang Inter, maka Mourinho tidak ingin mengambil resiko, Inter
dibuatnya menjadi
ultra defensif saat itu. Pasifnya permainan
Intertergambar jelas dari ball possession yang mencapai 86%-14%, Inter
bahkan hanya sekali melakukan tendangan ke gawang Valdes. Hasilnya Barca
hanya mampu mencetak 1 gol dan Inter bisa mengamankan agregat
kemenangan 3-2.
Perbandingan skema Mourinho di Inter Milan dan Real Madrid © Bola.net
Skema
yang dipakai Mourinho pada Madrid hampir mirip dengan skema Inter Milan
saat itu. Pemilihan tipe pemain dan posisinya sama,
Esteban Cambiasso dan
Thiago Motta
memiliki gaya permainan yang sama dengan Xabi dan Diarra, sementara
Pepe diproyeksikan seperti Sneijder. Di bagian sayap Mourinho menggeser
Ronaldo dan Benzema untuk menjalankan fungsi seperti Pandev dan Eto'o
yang memiliki kemampuan menggiring dan berlari cepat saat itu. Sementara
Higuain diharapkan bisa seperti Milito sendiri di depan.
Sayang, racikan
Mourinho
kali ini tidak berhasil. Banyak hal yang menentukan, bisa saja Pep
sudah menyadari dan menyiapkan antisipasi yang tepat untuk strategi
Mourinho ini pada waktu turun minum. Atau bisa juga, Ronaldo cs terlalu
tanggung menjalankan strategi defensif itu karena memang haram bagi klub
sekelas Madrid bermain bertahan. Mungkin Anda masih ingat sebab Capello
dipecat meski bisa mempersembahkan Trophy juara untuk Madrid, salah
satunya karena memiliki gaya bermain pragmatis.
Kini pekerjaan besar ada pada
Mourinho
untuk mencari strategi baru untuk menaklukkan Barcelona. Tentu ini
adalah tantangan bagi Mourinho untuk membuktikan dirinya adalah
benar-benar
The Special One atau dirinya akan selamanya berada di bawah bayang-bayang Guardiola.
Sumber : http://www.bola.net/editorial/mengapa-mourinho-bermain-bertahan.html